|
Peeen nulis apaaa yak?? ada ide gak? :D |
Argh, weekend alone kali ini enaknya ngapain ya? “Oiik
Princess, dilarang bingung dan galau sendirian!!”, teriak Tuan Peri dari
seberang pulau (Hahaha, imajinasi ngada2). Umm sumpah otak lagi stuck banget
mau cerita apaan. Kecian blog gw udah lama jadi janda, Lol. But yea, setelah
kejadian tragis yg beruntun menimpa hidup gw belakangan, gw emang lagi bingung
mau ngapain, mau cerita apaan? Banyak yang mau gw ceritain tapi gak tau apa?
Otak beku serasa sekeras batu.
Batu, eh batu? Ngomong-ngomongin batu, yang tiba-tiba
terlintas di benak gw itu hamparan batu di situs Megalithikum Gunung Padang
yang lagi heboh diresearch ulang oleh para ahli sejarah. Eh ya,
Ngomong-ngomongin batu-batu megalithikum itu, gw jadi keingetan sebuah kampung
adat unik di Flores - NTT yang punya situs batu megalithik seperti yang ada di
Gunung Padang – Cianjur. (Princess Jijiii, dari Gunung Padang – Cianjur ke
Flores – NTT? Cerita lo nyasarnya jauuh banget sih!! *toyor inspirasi :D
|
Ini dia, Si Kampung Adat Megalithikum Bena - Bajawa - Flores |
Well, Flores menyebut kampung adat itu sebagai Bena. Letaknya
sekitar 18 km selatan kota Bajawa, Kabupaten Ngada – Flores – Nusa Tenggara
Timur. Biasanya para pelancong yang datang kesini adalah traveler yang lagi ngtrip ala overland menjelajahi tanah Flores,
karena menurut letaknya, Bena – Bajawa ini ada Flores bagian tengah, diantara
Danau Kelimutu yang tersohor itu dan arah Ruteng trus Labuan Bajo.
|
Lansekap Gunung Inerie sepanjang jalan |
Amazingnya, Kampung adat Bena ini berlansekapkan Gunung
Inerie setinggi 2.245mdpl dan Gunung Surulaki.
Bak lukisan, gw sampe terbengong-bengong dan suddenly pikiran anak TK gw
kambuh, “kok bisa ya Tuhan menciptakan desa seindah ini? Tuhan itu kayak apa
sih sebenernya?”
|
Lansekap Gunung Inerie menjadi lukisan Tuhan yang tak terbantahkan |
Kalo Banten punya Kampung Baduy, pun Garut punya Kampung
Naga. Semua punya keunikan masing-masing. Nah kalo Kampung Adat Bena Bajawa ini
uniknya spesifik dengan kehadiran peninggalan batu megalit yang terhampar
disepanjang pekarangan rumah. Konon peninggalan batu megalit yang disebut
menhir dan kubur dolmen itu adalah perwujudan legenda nenek moyang mereka dari
zaman prasejarah. Raksasa bernama Dakhe yang membawa batu-batu gaib dari lereng
Gunung Inerie ke kampung Bena kemudian disebut-sebut sebagai cikal bakal Nenek
Moyang mereka (nenek moyang mulu nyebutnya, kali-kali kakek moyang, lol)
|
Keberadaan Menhir yang berasal dari zaman purba ini melengkapi keunikan Kampung Bena |
Menhir sendiri merupakan benda purbakala yang diduga
digunakan dalam upacara adat dan kematian manusia terdahulu, pun merupakan
lambang ikatan bathin antara manusia purba dengan Sang Penciptanya.
Menyelami kehidupan ber-athmospher zaman megalit ini pasti
gak bosen. Penuh dengan kesederhanaan, keramahan, keunikan hingga kearifan
lokal adat suku Bena. Terdapat sekitar 45 unit rumah disini yang masing masing
mewakili 9 suku. Keberadaan 9 suku tersebut bisa ditelaah melalui letak rumah
mereka yang disejajarkan dalam 9 lahan yang berundak atau bertingkat-tingkat.
Kesembilan suku tersebut adalah suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru
Lalulewa, suku Deri Solamae, suku Ngada, suku Khopa dan suku Ago.
|
See guys, rapiiih banget kan tata letak kampung Bena ini..! |
Dari segi arsitekturalnya, kampung ini rapiiiih banget boo,
bangunan rumah mereka memiliki karakteristik bentuk dan ukuran yang nyaris sama
dan berhadap-hadapan. Natural banget, unsur pembuatan rumah-rumah mereka
memanfaatkan bahan baku lokal. Lihat saja, kayu, bambu, hingga serat ijuk yang dijadikan
atap ala rumbia, sungguh merupakan suatu bentuk perwujudan atas usaha
pelestarian adat istiadat yang menjadi poros keunikan mereka.
|
Bena dan kenangan.. *eaaaaaa :D |
Filsafah hidup mereka mengilhami dari alam sekitar sebagai
perwujudan manusia itu sendiri yang berpasang-pasangan. Gunung Inerie dianggap
sebagai Hak Mama (nenek moyang perempuan) sedangkan Gunung Surulaki dianggap
sebagai Hak Bapa (kakek moyang). Kemudian perwujudan filsafah itu diwujudkan dalam
bangunan adat kampung mereka. Rumah-rumah mereka pun berpasang-pasangan. Rumah
dari keturunan perempuan dan laki-laki pun dibedakan dengan simbol tertentu
yang dipasang diatap rumah. Sakapulu atau rumah yang mewakili perempuan
bersimbol miniatur rumah diatapnya, sedangkan Sakalobo atau rumah yang mewakili
laki-laki berlambangkan boneka orang membawa parang diatapnya. Dipelataran
setiap suku dibangun Ngadhu dan Bagha yang selalu berdampingan. Ngadhu yang
berbentuk tiang kayu ukir beratapkan payung ijuk adalah simbol kakek moyang,
sedangkan bangunan disebelahnya yang berbentuk seperti rumah kecil merupakan
simbol nenek moyang. Nah, kedua bangunan adat ini selalu dibaluri darah kerbau
setiap kali diadakan pesta dan ritual adat.
|
Kenalkan, Aku Ngadhu dan Bagha, simbol nenek dan kakek moyang Kampung Bena! :) |
|
|
Darah Kerbau, bentuk sesaji untuk nenek moyang Bena |
|
Ritual membaluri darah ke tiang Ngadhu |
Keseharian mereka pun selalu berdampingan dengan alam, mata
pencaharian mereka berladang dan menenun kain. Seiring berkembangnya kesadaran
pariwisata di kampug ini, perempuan-perempuan Bena sigap dengan karya-karya
tenunannya. Eh, gak sembarangan loh make kainnya, ada cara-caranya juga.
Belajar? Beli dulu kainnya, hehehe.
|
Karya cinta Perempuan Bena |
|
Keseharian yang menyenangkan, perempuan dan tenunan |
|
Gak sembarang make kainnya ya sobb, ada caranya..:) |
Biji-biji kemiri yang dijemur pun menjadi
pemandangan yg amat lazim, tau gak kamu? Minyak-minyak biji kemiri selain
bermanfaat buat menghitamkan dan menyuburkan rambut or bulu2, juga bisa
dijadikan bahan baku cat minyak lohh..!! Penasaran sama ilmunya? Kawin dulu ama
org suku Bena.. hahha
|
Ritual Toa Kaba alias pemotongan Kerbau dan Babi sebagai salah satu ikon ritual adat Kampung Bena |
Lucky banget, gw berkunjung saat berlangsungnya pesta adat
kematian suku Bena, alhasil ritual Toa Kaba atau dikenal sebagai ritual pemotongan
kerbau dan babi jadi santapan kamera gw sejadi-jadinya. Seluruh warga kampung
bahu membahu mengolah kerbau dan babi menjadi makanan khas yang lezat.
Perempuan-perempuan Bena menanak nasi, memasak daging-daging segar itu, hingga
membuat sambal Bena yang rasanyaaa, aceem – pedass - aduhaii..! (termasuk gw
yang kebagian tugas marut kelapa buat sambelnya, hahha)
|
Nasi + citarasa Kerbau dan Babi + Moke, sederhana tapi suppa duppa lezaat. Saatnya makan besar! |
|
Ini dia guys.. sambel yahuud ala Kampung Bena. Harus coba! |
|
Saatnya makan bersamaaa..! hehhee |
Setiap yang berkunjung dipersilahkan makan dan minum
sepuasnya, dan gratis! Ahaiii, makan besar deh gw, minumnya jangan harap teh
botol ya, adanya disini kalo gak air godokan atau malah Moke alias tuak.
Mehehehe. Moke nya mangstapp booo. Hari
itu gw senang bukan kepalang..Lol
Kalo mau ngrasain pesta yang lebih dahsyat lagi, kamu bisa
datang saat Pesta Adat tahunan yg dikenal sebagai Pesta adat Reba. Dimana hanya
ada cerita tentang sukses dan kebahagiaan meraka ditengah-tengah berkumpulnya
sanak saudara.
|
Potret kekerabatan Kampung Bena |
Benang merah yang berkesan banget buat gw kali ini, adalah
filsafah atau konsep kehidupan mereka yang amat sangat yakin, bahwa segala
sesuatunya di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan. Umm, iya juga sih! Ada
bumi ada langit, ada adam ada hawa, ada daratan pasti ada lautan. Ada kaya ada
miskin. Ada kanan ada kiri, ada atas ada bawah. Ada suka ada duka, ada cinta
ada derita. Ada pertemuan pasti ada perpisahan. Ada kehidupan pasti ada
kematian. Ada kamu pasti ada aku.. hehhehe. Umm kalo ada princess ada tuan peri
gak yahh?? :D *kodebanget
|
Smile from Bena |
|
From Bena In Love, hehehhe |
|
Bena Kiddos |
|
Princess of Bena, hihikkks |
|
Nenek gayung ala Bena.. Lol |
|
Uhmm, what are u looking at huh.. |
|
Yooo baby, we are from Benaaaaa.. :) |
|
Hey you, yes you.. Kami tantang kalian bermain gangsing ala Bena..Berani?? :) |
0 comments:
Post a Comment